FOTOPERIODISME DAN FITOKROM
FOTOPERIODISME DAN
FITOKROM
I. PENDAHULUAN
Cahaya adalah factor
lingkungan yang diperlukan untuk mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Alasan utamanya adalah karena cahaya menyebabkan
fotosintesis. Terdapat efek lain dari cahaya yang tidak ada hubungannya dengan
fotosintesis, dan sebagian besar efek ini mengendalikan wujud tumbuhan, artinya
perkembangan struktur atau morfogenesisnya (awal dari pembentukan wujudnya). Tumbuhan memerlukan intensitas Cahaya yang
tertuntu yang berbeda dari satu spesies dengan sepsis tumbuhan yang lain untuk
tumbuh dengan baik. Tumbuhan tertentu seperti tomat dan rumput-rumputan
memerlukan cahaya matahari langsung dan terang untuk perkembangan yang optimal.
Pada tumbuhan itu, sintesa zat-zat hidup meningkatnya berbanding lurus dengan
meningkarnya intensitas cahaya (sampai suatu batas tertentu). Sebaliknya
tumbuhan lain seperti bangsa perdu tumbuh secara optimal pada intesitas cahay
yang lebih rendah dan tumbuh kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus
menerus. Sedang tumbuhan lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik
maupun cahaya (Utami,
2016)
Kualitas
cahaya memberikan pengaruh berbeda terhadap proses-proses fisiologi tanaman.
Spesies atau berbagai jenis tanaman juga mempunyai tanggapan yang berbeda-beda
pada setiap kualitas cahaya. Pembungaan pada tanaman dipengaruhi oleh faktor
Fitoperiodisme dan Fitokrom.
II. FOTOPERIODISME
Fotoperiodisme
adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya
hari/penyinaran) atau fotoperiode yang dapat merangsang pembungaan. Istilah
fotoperodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan
dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa
jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran,
terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase
generatifnya,misalnya pembungaan. (Utami, 2016).
Pengaruh respon tersebut terdapat pada pertumbuhan vegetatif dan generatif.
Pertumbuhan vegetatif yang dipengaruhi oleh fotoperiode ialah pembentukan bulb
dan umbi, pembentukan cabang, bentuk daun, pembentukan pigmen, pembentukan
rambut, perkembangan akar, dormansi biji dan kematian. Pertumbuhan generatif
tanaman yang dipengaruhi oleh fotoperode ialah pembentukan bunga, buah dan biji
(Stirling et al, 2002 dalam Sutoyo, 2011).
Panjang hari dihitung mulai dari matahari terbit sampai terbenam.
Panjang hari berubah secara beraturan sepanjang tahun sesuai dengan deklinasi
matahari dan berbeda pada setiap tempat menurut garis lintang. Pada daerah
katulistiwa, panjang hari sekitar 12 jam, semakin jauh dari equator panjang
hari dapat lebih kurang sesuai dengan pergerakan matahari (Sutoyo, 2011).
Kekurangan cahaya matahari memiliki pengaruh yang langsung
terhadap proses-proses fisiologi pada tanaman. Bila cahaya kurang, proses
respirasi dan fotosintesisnya tidak dapat terlaksana dengan baik, maka akan
menghambat proses pembentukan akar, sehingga pertumbuhan tidak kontinu pada
seluruh bagian tanaman. Selain itu berkurangnya efisiensi fotosintesis dapat
menyebabkan laju penyerapan unsur hara rendah, karena antara fotosintesis dan
penyerapan hara memiliki hubungan yang erat. Makin tinggi laju fotosintesis,
maka penyerapan hara juga makin meningkat (Halmida dan Nugraheni, 2012).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin lama tanaman mendapatkan
pencahayaan matahari, semakin intensif proses fotosintesis, sehingga hasil akan
tinggi. Akan tetapi ada beberapa tanaman memerlukan lama penyinaran yang
berbeda untuk mendorong fase pembungaannya.
Menurut
Hillman (1962) dalam Sopha (2013) klasifikasi tanaman berdasarkan responnya terhadap fotoperiode sebagai
berikut:
1)
Tanaman hari pendek (short-day
plants, SDP).
Pembungaan terjadi bila
fotoperiode yang diterima lebih pendek daripada fotoperiode maksimum kritis dan
biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu; contoh
tanaman : kentang, ketela rambat, kacang-kacangan, bunga chrysanthemum, bunga
cosmos bourvardia dan bunga stevia poinsettia.
2)
Tanaman hari panjang (long-day
plants, LDP).
Pembungaan terjadi bila
fotoperiode yang diterima lebih panjang daripada fotoperiode minimum kritis;
Contoh tanaman : bayam, lobak, selada, bunga aster china, bunga gardenia, bunga
delphinium.
3) Tanaman netral (day-neutral plants, DNP).
Pembungaan tidak peka
terhadap fotoperiode tetapi berhubungan dengan faktor usia yaitu bunga muncul
setelah dicapai umur atau ukuran minimum. Contoh tanaman : tomat, lombok, okra,
stawbery, bunga carnation, bunga dianthus dan bunga violet cyclamen.
Respon
tanaman terhadap panjang hari sering dihubungkan dengan pembungaan, tetapi
sebenarnya banyak aspek pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh panjang hari,
antara lain :
a)
Inisiasi bunga
b) Produsi dan kesuburan putik dan
tepung sari, misalnya pada jagung dan kedelai
c) Pembentukan umbi pada tanaman ntang, bawang putih dan umbi-umbi yang lain.
d) Dormasi benih, dan perkecambahan biji
pada tanaman bunga.
e) Pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan seperti pembentukan anakan, percambangan dan pertumbuhan memanjang.
(Sugito, 1994)
Panjang
hari kritis ialah panjang hari maksimum untuk tanaman hari pendek dan minimum
untuk tanaman hari panjang dimana inisiasi pembungaan masih terjadi. Panjang
hari kritis berbeda-beda menurut jenis tanaman dan bahkan varietas. Tanaman
hari pendek apabila ditumbuhkan pada hari panjang, akan menghasilkan banyak
karbohidrat dan protein yang digunakan untuk perkembangan batang dan daun
sehingga pertumbuhan vegetatif lebih dominan, maka tidak mampu membentuk bunga
dan buah. Sebaliknya apabila tanaman hari hari panjang ditumbuhkan pada hari
pendek akan menghasilkan sedikit karbohidrat dan protein sehingga pertumbuhan
vegetatifnya lemah dan tidak cepat berbunga (Sutoyo, 2011).
Cahaya
sangat berpengaruh pada saat pembungaan tanaman. Cahaya yang digunakan ialah
cahaya visible light yang
mempunyai panjang gelombang antara 400 – 750 µm. Visible light / visible spectrum ialah cahaya
yang terdiri atas beberapa macam warna dan panjang gelombang, antara lain :
violet 400-435 µm, biru 435-490 µm, hijau 490-574 µm, kuning 574-595 µm, orange
595-626 µm, merah 626-750 µm (Sugito, 1994).
Agar
cahaya mampu mengendalikan perkembangan tumbuhan, maka
tumbuhan harus menyerap cahaya. Terdapat 3 macam
penerimaan cahaya yang dikenal dalam mempengaruhi
fotomorfogenesis pada tumbuhan antara lain adalah sebagai berikut :
1) Fitikrom, yang dikenal paling kuat menyerap cahaya
merah dan merahjauh, juga cahaya biru. Terdapat 2 jenis fitokrom yaitu
fitokrom-red (Pr) dan fitokrom
far-red (Pfr)
2) Kriptokrom, yaitu kelompok sejumlah pigmen yang serupa
dan belum begitu dikenal;
menyerap cahaya biru dan panjang gelombang ultravioletgelombang panjang daerah
UV-A sekitar 320 sampai 400nm. Dinamakan kriptokrom
karena peran pentingnya kusus pada kriptogram (tumbuhan tak berbunga)
3) Penerima cahaya UV-B, yaitu satu atau beberapa senyawa
tak dikenal (secara teknis
bukan pigmen) yang menyerap radiasi ultraviolet antara 280 dan 420nm.
4) Protoklorofilida a, yaitu pigmen yang
menyerap cahaya merah dan biru, bisa tereduksi menjadi klorofl a (Utami, 2016)
III. FITOKROM
Fitokrom
adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh
tumbuhan untuk menyerap atau mendeteksi cahaya. Sebagai
sensor, fitokrom terangsang oleh cahaya merah
dan merah jauh, cahaya merah jauh
memiliki panjang gelombang yang lebih besar
daripada cahaya merah. Fitokrom detemukan pada
semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur
beberapa aspek fisiologi
adaptasi
terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme
(pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan,
pemanjangan dan pertumbuhan kecambah
(khususnya pada dikotil),
morfologidaun,
pemanjangan ruas batang,
serta pembuatan (sintesis) klorofil.
Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor
dari kelompok bilin
(jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil
atau hemoglobin
(kesemuanya memiliki kerangka heme).
Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein,
yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein
inilah yang bersama-sama disebut sebagai fitokrom. (Utami, 2016).
Fitokrom merupakan pigmen hijau biru penerima cahaya yang
berhubungan dengan pengaruh fotoperiode dalam tanaman. Fitokrom ada pada hampir
semua jenis tanaman dan berada pada sebagian besar organ tanaman termasuk akar.
Fitokrom mengatur proses yang bervariasi dalam tanaman, mulai dari
perkecambahan, pertumbuhan batang dan daun serta pembentukan bunga dan biji
(Salisbury dan Ross, 1992).
Cahaya merah dan biru merupakan spektrum cahaya yang paling
bermanfaat bagi tanaman, dimana cahaya merah (610 – 750 nm) mensimulasi
vegetatif dan pembungaan, akan tetapi jika satu tanaman mendapatkan cahaya
merah yang terlalu banyak, tanaman tersebut menjadi lebih tinggi dan ramping.
Cahaya biru (400 – 520 nm) berfungsi untuk menjaga laju pertumbuhan tanaman,
sehingga tanaman dapat tumbuh ideal, khususnya pada pembibitan tanaman berdaun
lebar dan pendek. Namun sebenarnya tanaman membutuhkan semua spektrum cahaya
untuk melakukan fotosintesis dan secara tidak langsung akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman secara fisiologis. (Sandag et al, 2017 )
Fitokrom
berfungsi sebagai fotodetektor yang memberitahukan tumbuhan apakah ada cahaya atau tidak. Selain itu fitokrom juga berfungsi memberikan informasi pada tumbuhan mengenai kualitas cahaya. Saat proses perkecambahan, fitokrom memiliki sangat membantu memacu perkembangan akar. Cahaya merah yang ditangkap oleh fitokrom memiliki banyak fungsi. Cahaya merah yang memacu
perkembangan perkecambahan biji, biru atau merah jauh dapat menghambat
perkecambahan. Dalam kontrol perbungaan dan banyak respon tumbuhan terhadap
pencahayaan, fitokrom (phytochrome) berfungsi sebagai fotodetektor yang
memberitahukan tumbuhan apakah ada cahaya atau tidak. Secara kimia, fitoktom
(Phytochrome) mempunyai dua bentuk yaitu merah (Pr) dan merah jauh (Prf).
Fitokrom (phytochrome) merah (Pr) dan merah jauh (Pfr) pada daun turut berperan pada proses fisiologis pembungaan tanaman. (Utami, 2016).
Ada
2 macam bentuk fitokrom yaitu fitokrom yang mengabsorpsi cahaya merah (Pr) dan
yang mengabsorpsi cahaya merah jauh (Pfr). Apabira Pr mengabsorpsi cahaya merah
(λ = 660 nm) maka Pr akan berubah menjadi Pfr, dan apabila Pfr mengabsorpsi cahaya
infra merah (λ = 730 nm) maka akan berubah kembali menjadi Pr. Setiap hari perubahan bentuk dari Pfr menjadi
Pr terjadi pada waktu gelap. Pada saat
matahari terbit fitokrom berubah dari bentuk Pr menjadi Pfr. Perubahan bentuk
fitokrom ini ialah faktor yang mengontrol jam biologis tumbuhan untuk dapat
mengukur waktu antara permulaan perubahan Pfr menjadi Pr pada saat matahari
tenggelam dan perbahan Pr menjadi Pfr pada saat matahari terbit. (Sutoyo, 2011)
Pr dan Pfr dapat menyerap cahaya
namun pada tingkat dan radiasi yang rendah tidak mampu membentuk respon
fisiologis. Secara kimiawi fitokrom merupakan homodimer dan suatu polipeptida
yang masing-masing memiliki gugus prostetik yang disebut kromofor.Kromofor
yang menyerap cahaya dan memberikan efek fisiologis pada fitokrom. Pr yang
diubah menjadi Prf terjadi perubahan struktur Cis--Tran pada kromofor yang
menjadikan efek fisiologis. Fitokrom terdapat 2 macam yaitu fitokrom 1 dan
fitokrom 2.Fitokrom 1 banyak terdapat pada kecambah yang teretiolasi, dan
fitokrom 2 terdapat pada tumbuhan hijau dan biji yang berkembang ditempat yang
bercahaya. Pada semua tumbuhan fitokrom ada dan disintesis dalam bentuk Pr dan
Pfr tak tersintesis dalam keadaan gelap. Fitokrom tersebar didalam sel di
nukleus dan seluruh sitosol.Fitokrom tipe 1 berkembang dan jumlahnya meningkat
100 kali dalam keadaan gelap dan akan hilang jika terkena cahaya. Hilangnya
fitokrom tipe 1 disebabkan karena tumbuhan berhenti mentranskripsi mRNA (mudah terhidrolisis) dan
protein penyusunnya mudah rusak karena cahaya.Fitokrom tipe 1 dapat tidak aktif
karena cahaya merah yang diserap oleh fitokrom tersebut. Pr akan mengurangi
pembentukan Pfr. (Dwi el al, 2011).
DAFTAR
PUSTAKA
Dwi, Wahyu P., Diki Yuse P., Beti Purmana., Yudhistira Wharta.,
Rieke Yulian Sari., Putri., Setya Rhmita., Dewi Fajarwati. 2011. Fitokrom dan
Mekanisme Pembungaan. (Makalah). Prodi Agroekoteknologi. Faklutas Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Hamida,
Ruly., Suminar Diyah Nugraheni. 2012. Fotoperiodisitas dan Hubungannya Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kenaf (Hibiscus
cannabinus L.) dan Rosela (Hibiscus
sabdariffa L.). Proseding Seminar Nasional Serat Alam “Inovasi Teknologi
Serat Alam Mendukung Agroindustri Yang Berkelanjutan”.
Salisbury, dan Rose. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit
ITB Bandung
Sandag,
A., D. Ludong., H. Rawung. 2017. Pemberian Cahaya Tambahan dengan Lampu HID dan
LED Untuk Merespon Waktu Pembungaan Tomat Cherry (Solanum Liycopersium var cerasiforme) di Dalam Rumah Tanaman. Cocos.
1(8).
Sopha,
Gina Aliya. 2013. Peranan Fotoperiode dan GA3 Pada Pembungaan dan Produksi
Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa
var aggregatum) (True Shallot Seed). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sutoyo.
2011. Fotoperiode dan Pembungaan Tanaman. Buana Sains. 11(2) : 137-144.
Sugito,
Y. 1994. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.
Utami. 2016. Fitokrom
dan Mekanisme Pembungaan. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Udayana.
Komentar
Posting Komentar